Thursday, November 18, 2010

SANG MOTOR PERUBAHAN YANG BERNAMA INOVASI

Inovasi, kata ini cukup familiar di telinga kita, terutama buat kalangan mahasiswa. Tidak percaya? Coba tengok keseharian mahasiswa di kampus, kebanyakan segala sesuatunya terkait dengan istilah inovasi, mulai dari program kampus yang menggelar ajang kreativitas inovasi para mahasiswa, tema training motivation yang mengajak kita melakukan inovasi yang sepertinya sudah menjadi ritual acara kampus, tidak ketinggalan pamflet dan mading kampus yang berisi tips-tips cantik berinovasi sampai artikel-artikel online yang memuat pentingnya berinovasi di kalangan mahasiswa demi masa depan yang cerah, gemilang, bersinar, dll (halah..hoho). Ibarat kata, istilah inovasi bisa kita temukan mulai dari gerbang kampus sampai ujung tempat parkir. Mulai dari ruang kuliah sampai kolong meja kantin. Mulai dari jejeran buku-buku di perpustakaan sampai kerpean buat ujian (Ooh..No, hehe). Pokoknya, saya jamin para mahasiswa tidak ada yang mengalami starvasi (kelaparan:red) istilah inovasi selama dia rajin nongkrong di kampus. Tidak hanya itu, istilah inovasipun sering kita jumpai di masyarakat, sampai-sampai ada sebuah produk kendaraan motor bebek yang menggunakan slogan “Inovasi Tiada Henti”. Nah kurang familiar gimana, coba? Kalau begitu, mestinya nih tidak ada lagi pernyataan seperti “saya ga ngerti inovasi?” atau “mungkin inovasi itu pokoknya all about wirausahawan deh.” Atau mungkin pertanyaan “inovasi itu merek handphone baru, ya?” (gubrakkk). Tapi kan kenyataannya, kita masih banyak yang belum paham apa itu INOVASI.
Perubahan-perubahan yang memiliki sifat “pembaharuan” dari sesuatu yang biasa disebut dengan istilah “inovativensess”. Abang Rogers dan Shoemaker (1971) mengartikan inovasi sebagai: ide-ide baru, praktek-praktek baru, atau obyek-obyek yang dapat dirasakan sebagai sesuatu yang baru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Oom Lionberger dan Gwin (1982) mengartikan inovasi tidak sekadar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Perlu diketahui nih pengertian “baru” disini, mengandung makna bukan sekadar “baru diketahui” oleh pikiran (cognitive) aja, akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap (attitude), dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakan/diterapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja lho, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Nah, udah paham, belum? Kalau belum, lanjutkan bacanya, ya.
Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi (Mardikanto, 1988)”.: “Sesuatu ide, produk, informasi teknologi,kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan”.
Ibarat kata, yang namanya berinovasi tidak melulu terkait dengan sesuatu yang ‘baru’ yang kerap diidentikkan dengan benda kongkret. Inovasi pun bisa terjadi pada cara pandang, gaya hidup, tingkah laku, dan persepsi kita akan sesuatu hal yang mungkin belum biasa kita dan orang lain terapkan. Trus nih, pengertian “baru” juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa hal atau teknologi setempat (indegenuous technology) atau kebiasaan setempat (kearifan tradisional) yang sudah lama ditinggalkan dan mulai dimunculkan kembali.
Adanya inovasi merupakan hasil pemikiran untuk memecahkan problem yang saat ini dihadapi. Perlu kita ketahui bahwa sifat inovasi memiliki jenjang kepentingan, sehingga sesuatu yang baru tersebut dapat dijadikan produk inovasi.
Jenjang Kepentingan Sifat Inovasi
1. Tingkat Keuntungan (profitability)
2. Beaya yang diperlukan (cost of innovation)
3. Tingkat kerumitan/kesederhanaan (complexity-simplicity)
4. Kesesuaian dengan lingkungan fisik (physical compatibility)
5. Kesesuaian dengan lingkungan budaya (cultural compatibility)
6. Tingkat mudahnya dikomunikasikan (communcicability)
7. Penghematan tenaga kerja dan waktu (saving of labour and time)
8. Dapat/tidaknya dipecah-pecah/dibagi (divisibility)
Sumber: Crouch and Chamala, 1981

Meskipun jelas kebenarannya dan dapat menjadi solusi untuk masalah yang dihadapi, inovasi yang kita buat tidak serta merta dapat diterima dan diaplikasikan oleh masyarakat, termasuk juga di lingkungan kampus. Coba kita ingat perjuangan Rasulullah SAW, saat Beliau menyampaikan risalah kebenaran dari Allah SWT, tidak langsung semua masyarakat Mekkah menerima apa yang Belaiu sampaikan. Butuh proses dan perjuangan yang tidak bisa dipastikan onsetnya. Ada beberapa hal yang mempengaruhi kecepatan seseorang menerima inovasi menurut Lionberger (1960) yang meliputi:

1) Adanya sumber usaha yang luas, semakin luas biasanya semakin cepat mengadopsi, karena memiliki kemampuan ekonomi yang lebih baik.
2) Tingkat pendapatan, dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi.
3) Keberanian mengambil resiko, sebab, pada tahap awal biasanya tidak selalu berhasil seperti yang diharapkan. Karena itu, individu yang memiliki keberanian menghadapi resiko biasanya lebih inovatif.
4) Umur, semakin tua (diatas 50 tahun), biasanya semakin lamban mengadopsi inovasi, dan cenderung hanya melaksanakan kegiatan-kegiatan yang sudah biasa diterapkan oleh warga masyarakat setempat.
5) Tingkat partisipasinya dalam kelompok/organisasi di luar lingkungannya sendiri.
Warga masyarakat yang suka bergabung dengan orang-orang di luar sistem sosialnya sendiri, umumnya lebih inovatif dibanding mereka yang hanya melakukan kontak pribadi dengan warga masyarakat setempat.
6)Aktivitas mencari informasi dan ide-ide baru.
Golongan masyarakat yang aktif mencari informasi dan ide-ide baru, biasanya lebih inovatif dibanding orang-orang yang pasif apalagi yang selalu skeptis (tidak percaya) terhadap sesuatu yang baru.
Rogers (1971) mengemukakan hipotesisnya bahwa setiap kelompok masyarakat terbagi menjadi 5 (lima) kelompok individu berdasarkan tingkat kecepatannya mengadopsi inovasi, yaitu:
(1) 2,5 % kelompok perintis (innovator),
(2) 13,5 % kelompok pelopor (early adopter),
(3) 34,0 % kelompok penganut dini (early mayority),
(4) 13,5 % kelompok penganut lambat (late majority),
(5) 2,5 % kelompok orang-orang yang tak mau berubah (laggard).
Jelas, tidak semua orang bisa menerima bentuk inovasi. Oleh karena itu, kita tuh perlu memikirkan teknik penyampaian kepada kelompok/masyarakat yang menjdai target kita. Kita perlu memperhatikan kondisi masyarakat secara holistik. Setelah itu baru kita menyampaikan inovasi kita sesuai kondisi. Kalau hal tersebut kamu abaikan, yakin deh inovasi ciamikmu ga akan dirasakan mamfaatnya oleh sasaran objek yang kamu targetkan. Misal nih, kamu ingin menyampaikan inovasi tentang teknik belajar efektif dengan bahasa kebangsaan para mahasiswa yang cenderung ‘sok istilah’ kepada para pelajar SLTP, yakin deh anak-anak SLTP pada nga-nga semua tidak paham, hoho. Atau kamu melakukan inovasi gaya berpakaian yang rada ‘nyeleneh’ pada masyarakat yang cenderung ‘ndeso’, ooo.., pasti semua mata masyarakat tertuju padamu sambil bisik-bisik. Perlu kita ingat, ya, yang namanya inovasi tidak semuanya berdampak positif, sehingga saat kita membuat suatu gebrakan hendaknya nih kita juga memikirkan aspek mamfaat-mudharatnya. Alih-alih memberikan solusi, justru inovasi yang kita buat malah menjadi problem besar (gawat tuh).
Masyarakat membutuh seseorang yang bisa menggerakkan mereka menuju ke arah yang lebih baik. Sebagai agen perubahan, mahasiswa hendaknya mempunyai impian untuk menghasilkan berbagai inovasi demi kemajuan ke arah yang lebih positif, baik itu berbentuk teknologi, teknik, atau pola pikir. Mulai sekarang, mari kita bersama-sama memikirkan hal apa yang kita bisa ‘inovasikan’. Ingat, inovasi bukan selalu berarti berubah total atau bertolak belakang 100% dari apa yang sudah ada, melakukan pembenahan pun termasuk berinovasi. Mahasiswa sebagai agen perubahan sifatnya dinamis, selalu bergerak dan berubah. Untuk itu perlu ‘motor’ khusus untuk menunjang aktivitasnya, yakni INOVASI. Seperti firman Allah SWT dalam Alquran:
“… Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mengubah keadaan mereka… “ (Q.S: Ar Ra’d: 11)
Oleh karena, mari kita songsong hari esok dengan gebrakan-gebrakan yang dapat menjadi solusi buat orang-orang sekitar kita. SEMANGAT TEMAN-TEMAN.

KHATIMATUN NAJWAH
SEKRETARIS DIV.KEROHANIAN HIMA PSPD

0 comments:

Post a Comment