PENDAHULUAN
Tekanan intraokular adalah tekanan yang dihasilkan oleh isi bola mata terhadap dinding bola mata. Tekanan ini dipengaruhi oleh lapisan dinding bola mata dan volume bola mata yang terdiri dari : aquos humor, korpus vitreus, pembuluh darah intraokular dan isinya. Tekanan intraokular diharapkan berada dalam angka yang normal di dalam dinamika cairan aquos humor, karena aquos humor sendiri mempunyai fungsi sebagai media refraksi, pemberi nutrisi dan mempengaruhi tekanan hidrostatik untuk stabilitas bola mata. Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan intraokular, antara lain : umur, jenis kelamin, ras, genetik, waktu dan gangguan refraksi.
Tekanan intraokuler normal pada manusia dari data penelitian Becker dengan menggunakan tonometer Shiotz pada 909 populasi adalah 16,1 mmHg dengan SD 2,8 mmHg dan dari penelitian Leydecker dkk (1958) pada 10.000 populasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler 15,8 mmHg dengan SD 2,6 mmHg serta dari penelitian Goldmann pada 400 populasi dengan menggunakan tonometer aplanasi mendapatkan nilai tekanan intraokuler rata-rata 15,4 mmHg dengan SD 2,5 mmHg.
Tekanan intraokular sangat bervariasi pada orang normal demikian juga pada penderita myopia. Myopia merupakan suatu kelainan refraksi yang relatif banyak menyebabkan gangguan penglihatan, myopia merupakan salah satu dari lima besar penyebab kebutaan. Dikatakan bahwa pada penderita myopia, tekanan intraokular mempunyai keterkaitan yang cenderung meninggi pada tingkat keparahan myopia.
Nilai tekanan intraokuler pada setiap individu dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: usia, jenis kelamin, musim, variasi diurnal, ras, kelainan refraksi, latihan, obat-obat anastesi, alkohol . Pada beberapa penelitian dijumpai korelasi antara tekanan intraokuler dengan usia, dimana dengan bertambahnya usia cenderung terjadi peningkatan tekanan intraokuler, yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor kardiovaskular, demikian juga yang berhubungan dengan jenis kelamin dimana dari penelitian Armalys (1965) dengan menggunakan tonometer applanasi mendapatkan tekanan intraokuler pada wanita berusia lebih dari 40 tahun lebih tinggi dari pria yang mungkin disebabkan oleh faktor-faktor hormonal (menstruasi).
TINJAUAN PUSTAKA
Tekanan Intraokular
Tekanan intraokular di tentukan oleh kecepatan pembentukan aquos humor dan tahanan terhadap aliran keluarnya dari mata. Tekanan intraokular diatur oleh dinamika cairan aquos humor termasuk diantaranya : produksi cairan aquos, aliran cairan dan tekanan vena episklera. Fungsi dari aquos humor adalah sebagai media refraksi, pemberi nutrisi dan juga mempengaruhi tekanan hiodrostatik untuk stabilitas bola mata.
Tekanan bola mata pada manusia normal yang diukur dengan pemeriksaan Tonometer Aplanasi rata-rata berkisar 15,4 ± 2,5 mmHg pada posisi duduk dan pemeriksaan Tonometer Schiotz rata-rata berkisar 16,1 ± 2,8 mmHg pada posisi berbaring. Distribusi tekanan intraokular rata-rata dari populasi umum berkisar antara 10-20 mmHg.
Produksi aquos humor melalui dua mekanisme yaitu aktif dan pasif. Aktif ( ± 80%) dari produksi aquos, dimana aquos humor disekresi oleh epiel prosesus siliaris yang tidak berpigmen melalui metabolisme yang aktif dan tergantung pada jumlah sistim enzim; serta mekanisme pasif ( ± 20%) melalui proses ultrafiltrasi plasma kapiler, kemampuan plasma melewati sawar epitel dan aliran komponen plasma yang disebabkan adanya perbedaan tekanan osmotik dan tingkat tekanan intraokular.
Tingkat produksi aquos homor rata-rata adalah 2,0 – 3,0 ml/menit atau 1% dari volume aquos humor per menit dan angkanya menjadi 2,4 ± 0,6 ml/menit jika dilakukan pengukuran dengan alat fluorofotometri. Keadaan produksi aquos humor ini bervariasi sesuai dengan variai diurnal dan berkurang selama tidur. Seperti pada aliran aquos humor, produksi aquos humor juga berkurang dengan bertambahnya usia. Pada proses trauma atau peradangan
serta pemberian obat-obatan yang digunakan dalam anestesi umum, obat penurun tekanan darah ; dapat menurunkan produksi aquos humor. Penyakit oklusi karotis juga dapat menurunkan produksi aquos humor.
Aliran aquos humor dari bilik mata belakang melalui pupil menuju bilik mata depan kemudian mengalir melalui dua jalur trabekula dan kanal Schlemm, kanalis intra -sklera, vena episklera untuk selanjutnya masuk kedalam sirkulasi, aliran ini meliputi ±90 % dari seluruh aliran aquos humor. Sedangkan ± 10 % aliran aquos humor ini melalui jalur uveo-sklera yang melewati badan siliar menuju ruangan suprakoroidal dan dialirkan oleh sirkulasi vena pada badan siliar, koroid dan sklera dan sebagian kecil aliran-aliran aquos humor ini juga melalui iris. Dilaporkan bahwa rata-rata kecepatan aliran aquos humor berkisar dari 0,22
– 0,28 ml/menit/mmHg. Kecepatan aliran ini berkurang sesuai dengan usia dan dipengaruhi oleh bedah, trauma, obat -obatan serta faktor endokrin.
Myopi
Myopia adalah suatu bentuk kelainan refraksi dimana sinar-sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan tidak berakomodasi dibiaskan pada satu titik di depan retina.
Walaupun telah terdapat bukti-bukti dari penelitian-penelitian terdahulu bahwa myopia disebabkan oleh pemanjatan sumbu bola mata, tetapi penyebab yang mendasarinya belum jelas sepenuhnya.
Terdapat dua teori utama tentang terjadinya pemanjangan sumbu bola mata pada myopia. Teori biologik menganggap pemanjangan sumbu bola mata sebagai akibat kelainan pertumbuhan retina (overgrowth) sedangkan teori mekanik mengemukakan penekanan (stress) sklera sebagai penyebab pemanjangan tersebut. Berikut ini akan diuraikan pendapat pendapat para ahli tentang mekanisme dari kedua teori tersebut dan kemudian akan dibahas pula tentang kemungkinan adanya hubungan diantara keduanya.
Salah satu mekanisme pemanjangan sumbu bola mata yang diajukan pada teori mekanik adalah penekanan bola mata oleh muskulus rektus medial dan oblik superior. Seperti diketahui, penderita myopia selalu menggunakan konvergensi yang berlebihan. Menurut Von graefe, otot ekstraokular, terutama rektus medial bersifat miopigenik karena kompresinya terhadap bola mata pada saat konvergensi. Jakson, menganggap bahwa konvergensi merupakan faktor etiologik yang penting dalam perkembangan myopia. Dikemukakan juga bahwa muskulus oblik superior juga menekan bola mata pada waktu melihat atau bekerja dekat.
Hal yang dikemukakan diatas baru menjelaskan mekanisme, belum sampai ada etiologinya. Terjadinya konvergensi yang berlebihan menurut Mannhardt disebabkan oleh karena penderita myopia memiliki jarak orbita dan jarak pupil yang lebar. Stilling menambahkan, disamping lebar, orbita juga lebih rendah sehingga porsi muskulus oblik superior yang menekan bola mata lebih besar. Jadi disini ada pengaruh dari anatomi kepala, dan kebenaran akan hal ini dikonfirmasikan oleh beberapa ahli lain. Possey dan Vandergrift mengemukakan bahwa anatomi merupakan faktor yang terpenting dalam terjadinya myopia. Fox mengidentifikasikan orbita yang dalam akan lebih memungkinkan untuk terjadinya pemanjangan sumbu bola mata.
Pemeriksaan
Tonometri digital palpasi
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa. Alat yang digunakan yaitu jari telunjuk kedua tangan pemeriksa
Teknik :
- Mata ditutup
- Pandangan kedua mata menghadap kebawah
- Jari-jari yang lain bersandar pada dahi dan pipi pasien
- Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
- Satu telunjuk mengimbangi saat telunjuk lain menekan bola mata
Nilai : didapat kesan berapa ringannya bola mata ditekan. Tinggi rendahnya tekanan dicatat sebagai berikut : N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2 : lebih tinggi lagi, N-1 : lebih rendah dari normal dst.
Keuntungan : cari ini sangat baik pada kelainan mata bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit. Kekurangan : cari ini memerlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif
Tonometri Schiotz
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh pada bola mata (kornea) akan menekan bola mata kedalam dan mendapatkan perlawanan tekanan dari dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung beban tonometer.
Alat dan Bahan : Tonometer Schiotz dan anestesi local (pantokain 0.5%)
Teknik :
- Pasien diminta rileks dan tidur telentang
- Mata diteteskan pantokain dan ditunggu sampai pasien tidak merasa perih
- Kelopak mata pasien dibuka dengan telunjuk dan ibu jari, jangan sampai bola mata tertekan
- Pasien diminta melihat lurus keatas dan telapak tonometer Schiotz diletakkan pada permukaan kornea tanpa menekannya
- Baca nilai tekanan skala busur schiotz yang berantara 0-15. Apabila dengan beban 5.5 gr (beban standar) terbaca kurang dari 3 maka ditambahkan beban 7.5 atau 10 gr.
Nilai : pembacaan skala dikonversikan pada table tonometer schoitz untuk mengetahui tekanan bola mata dalam mmHg
Pada tekanan lebih dari 20mmHg dicurigai glaucoma, jika lebih dari 25 mmHg pasien menderita glaucoma.
Kekurangan : tonometer schiotz tidak dapat dipercaya pada penderita myopia dan penyakit tiroid dibanding dengan tonometer aplanasi karena terdapat pengaruh kekakuan sclera pada penderita myopia dan tiroid.
Tonometri aplanasi
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendapatkan tekanan intra ocular dengan menghilangkan pengaruh kekakuan sclera dengan mendatarkan permukaan kornea.
Tekanan merupakan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan. Untuk mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer Aplanasi Goldmann jumlah tekanan dibagi penampang dikali 10 dikonversi dalam mmHg tekanan bola mata. Dengan tonometer aplanasi tidak diperhatikan kekakuan sclera karena pada tonometer ini pengembangan dalam mata 0.5 mm 3 sehingga tidak terjadi pengembangan sclera yang berarti. Pada tonometer schiotz , pergerakan cairan bola mata sebanyak 7-14 mm3 sehingga kekakuan sclera memegang peranan dalam penghitungan tekanan bola mata
Alat :
- Slit lamp dengan sinar biru
- Tonometer Aplanasi
- Flouresein strip
- Obat anastesi local
- Mata yang akan diperiksa diberi anastesi topical pantocain 0.5%
- Pada mata tersebut ditempelkan kertas flouresein yaitu pada daerah limbus inferior. Sinar oblik warna biru disinarkan dari slit lamp kedasar telapak prisma tonometer Aplanasi Goldmann
- Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahinya tepat dipenyangganya.
- Pada skala tonometer aplanasi dipasang tombol tekanan 10mmHg
- Telapak prisma aplanasi didekatkan pada kornea perlahan lahan
- Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang telah diberi flouresein terlihat bagian luar berhimpit dengan bagian dalam
- Dibaca tekanan pada tombol putaran tonometer aplanasi yang member gambaran setengah lingkaran yang berhimpit. Tekanan tersebut merupakan TIO dalam mmHg.
Nilai : dengan tonometer Aplanasi, jika TIO > 20 mmHg sudah dianggap menderita glaucoma.
REFERENSI
- PERDAMI. Ilmu Penyakit Mata, edisi ke-2, cet.I, Sagung Seto, Jakarta, 2002, 239–245
- Sidarta Ilyas. Dasar Tekhnik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata, FKUI, Jakarta, 2000, hal. 3, 117-119
- Sidarta Ilyas. Glaukoma (Tekanan Bola Mata Tinggi), Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit FKUI Jakarta, 1997, hal. 7
- Sidarta Ilyas. Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Balai Penerbit FKUI Jakarta, 1997; hal 72–73.
- Agni N, Budihardjo. Kelainan Refraksi di RSUP Dr.Surdjito Yogyakarta. Dalam: Gunawan, Malebri BK, Ghozi M, Hartono ed. Kongres Nasional V Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia. Yogyakarta : Perhimpunan Dokter Ahi Mata Indonesia, 1984 : 189 – 94
0 comments:
Post a Comment