Thursday, November 18, 2010

Demam Berdarah Dengue

Beberapa bulan terakhir ini, kita, yang bertempat tinggal di Indonesia, khususnya lagi di kota Banjarbaru dan sekitarnya, menghadapi musim hujan. Datangnya hujan sering tidak bisa kita perkirakan sebelumnya. Bisa saja, pagi harinya cerah, matahari bersinar terang benderang, lalu sore harinya hujan turun dengan derasnya. Kondisi ini banyak menimbulkan masalah, salah satunya adanya mewabahnya penyakit demam berdarah.
Istilah demam berdarah yang digunakan di masyarakat pada kehidupan sehari-hari, sebenarnya mengacu pada penyakit demam berdarah dengue (DBD). Penyakit ini adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue, dari famili Flaviridae yang ditularkan oleh serangga (arthropod borne virus = arbovirus). Demam berdarah dengue adalah salah satu manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue.
Virus dengue memiliki 4 serotype, DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4. Apabila seseorang pernah terinfeksi salah satu serotype virus ini biasanya kebal terhadap serotype yang sama dalam jangka waktu tertentu, namun tidak kebal terhadap serotype yang lain. Vektor (pembawa) utama virus dengue adalah nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk kebun Aedes albopictus, keduanya termasuk genus Aedes dari famili Culicidae, yang secara morfologis tampak sangat mirip, namun dapat dibedakan dari strip putih yang terdapat pada bagian skutumnya. Skutum Ae. Aegypti berwarna hitam dengan dua strip putih sejajar di bagian dorsal tengah yang diapit oleh dua garis lengkung berwarna putih. Sementara skutu Ae. Albopictus juga berwarna hitam namun hanya berisi satu garis putih tebal di bagian dorsalnya. Kedua spesies nyamuk ini ditemukan di seluruh wilayah Indonesia, kecuali pada ketinggian di atas 1000 meter di atas permukaan laut. Aedes aeypti lebih suka hidup di tempat di dalam rumah, sementara Aedes albopictus lebih suka tempat di luar rumah, seperti di pohon-pohon atau di kebun-kebun.
Nyamuk Aedes aegypti memiliki dua habitat, yaitu di air untuk fase pradewasa (telur, larva, dan pupa) dan daratan atau udara untuk fase dewasa (imago). Nyamuk betina dewasa akan mencari tempat yang dekat dengan permukaan air untuk meletakkan telur-telurnya. Biasanya, tempat penampungan air bersih dan stagnan (tidak mengalir) seperti bak mandi, tempayan, tempat minum burung dan barang-barang bekas yang dibuang sembarangan, yang pada saat hujan dapat menampung air, menjadi tempat nyamuk ini untuk berkembang biak. yang akan menetas antara 3-4 jam setelah mendapat genangan air untuk menjadi larva, bila sudah mendapatkan lingkungan yang cocok pada saat musim hujan. Larva yang keluar dari telur akan mengapung di bawah permukaan air dan menjulurkan alat pernapasannya (disebut sifon) ke permukaan air untuk mendapatkan oksigen. Perkembangan nyamuk pada stadium larva ini lebih lambat pada air yang yang agak dingin. Setelah itu, larva akan berubah menjadi pupa (fase inaktif yang tidak membutuhkan makan, namun tetap membutuhkan oksigen). Pupa juga berada di bawah permukaan air. Setelah beberapa minggu, pupa akan membuka dan melepaskan kulitnya, kemudian imago akan keluar dari permukaan air, dan dalam waktu singkat siap terbang.
Imago Ae. aegypti memenuhi kebutuhan energinya dengan mengisap nektar (sari bunga). Namun, imago betina juga membutuhkan pasokan protein untuk keperluan produksi dan proses pematangan telur-telurnya. Pasokan protein itu diperoleh dari cairan darah inang yang diiisapnya. Suatu penelitian di Thailand menunjukkan bahwa 99% inang dari imago betina ini adalah manusia, sisanya adalah binatang peliharaan seperti anjing, kucing, sapi, kambing, kuda, dan kera. Bila nyamuk ini mengisap darah inang yang terinfeksi DBD, maka sekitar 9 hari virus dengue yang terkandung dalam darah inang tersebut, akan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk. Setelah itu nyamuk sudah terinfeksi DBD dan efektif menularkan virus. Nyamuk ini terbang secara aktif untuk mencari inang pada pagi hari, sekitar pukul 08.00 – 10.00 dan sore hari antara pukul 15.00 – 17.00 . Apabila nyamuk terinfeksi ini menusuk inang (misalnya manusia) untuk mengisap darah lagi maka virus yang berada di dalam air liur nyamuk tersebut akan masuk ke dalam sistem sirkulasi manusia, dan dalam beberapa hari akan menimbulkan gejala penyakit yang serius.
Manifestasi simptomatik dari infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
1. Demam tidak terdiferensiasi
2. Demam dengue (dengan atau tanpa perdarah); demam akut selama 2-7 hari, ditandai dengan 2 atau lebih manifestasi klinis seperti nyeri kepala, nyeri retroorbital (nyeri saat menggerakkan bola mata), mialgia / atralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan, leukopenia, dan pemeriksaan serologi dengue positif.
3. Demam berdarah dengue (dengan atau tanpa renjatan).
Teori yang menjelaskan tentang patogenesis infeksi dengue disebut hipotesis infeksi sekunder, yang diajukan oleh Suvatte, 1977. Menurut hipotesis ini, sebagai akibat dari infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular.
Diagnosis DBD dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria berikut ini :
1. Demam atau riwayat akut, antara 2-7 hari.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan : uji bendung positif, petekie, ekimosis, atau urpura; perdarah mukosa, hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000 / ml) 4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb: • Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan jenis kelamin.
• Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
• Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.

Selain itu, terdapat empat derajat spektrum klinis DBD, yaitu :
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan adalah uji tourniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

Pemeriksaan penunjang meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai gambaran limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8 sejak timbulnya demam. Pada DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi, dapat dilakukan pemeriksaan hemostasis. Pemeriksaan lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum / kreatinin.

Terapi DBD pada dasarnya bersifat suportif dan simptomatis. Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi substitusi komponen darah bila diperlukan. Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4-6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravascular. Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup, lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang dapat mengiritasi saluran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonstreoid sebaiknyak dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagian atas.
Tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular. Dalam terapi ini, hal terpenting yang perlu diperhatikan adalah jenis cairan, jumlah serta kecepatan, dan pemantauan secara klinis dan laboratories untuk menilai respon kecukupan protein. pada dasarnya kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DBD, karena kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah, dan secara umum aman dan efektif.
(Puga Sharaz Wangi)

0 comments:

Post a Comment