Thursday, November 18, 2010

Terapi Stem Sel


Tidak ada suatu penyakit yang diciptakan tanpa obat, tampaknya itu yang harus menjadi acuan dalam pengembangan metode pengobatan seiring perkembangan penyakit yang makin pesat. Berbagai metode baru dalam penyembuhan penyakitpun semakin terungkap, salah satunya adalah metode terapi stem sel.Pengembangan terapi stem sel ini memberikan angin segar bagi penyembuhan penyakit yang belum ada obatnya sampai saat ini. Meskipun masih kontroversial karena berbenturan dengan masalah etika.
Stem sel atau yang biasanya disebut dengan sel induk atau sel punca merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk berkembang menjadi berbagai tipe sel jaringan misalnya otot polos, kardiomiosit, neuron, sel beta pankreas, kondrosit dsb. Selain mempunyai kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate), stem sel juga mempunyai kemampuan untuk meregenerasi atau memperbaharui dirinya sendiri (self regenerate/self renew). Dalam hal ini stem sel mampu membentuk salinan sel yang sama dengan dirinya sendiri melalui pembelahan sel.
Terminologi stem sel menurut beberapa pakar dibedakan menjadi 2 yaitu berdasarkan  sumbernya (zigote, embrionic stem cell, fetus, stem sel darah tali pusat, adult stem cell) dan berdasarkan potensi atau kemampuan berdiferensiasi (Totipoten, pluripoten, unipoten dan multipoten).
Berdasarkan sumbernya
1.      Zigote
Yaitu stem sel yang diambil sesaat setelah sel telur dibuahi oleh sperma
2.      Embrionic stem cell, yaitu stem sel yang diambil dari inner cell mass suatu blastocyst (embrio yang terdiri dari 50-150 sel, kira-kira hari ke 5 pasca pembuahan). Embrionic stem cell boasanya diambil dari sisa IVF (in vitro fertilization) yang tidak terpakai, namun dewasa ini telah kembangkan teknik pengambilan stem sel  tanpa membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat  menjaga kelangsungan hidupnya.
3.      Fetus. Diperoleh dari aborsi.
4.      Stem cell darah tali pusat. Stem sel ini diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem sel ini merupakan hematopoietic stem cell, sehingga beberapa pakar menggolongkannya ke dalam adult stem cell.
5.      Adult stem cell. Stem sel ini diambil dari jaringan dewasa, antara lain:
-          Sum-sum tulang belakang, ada 2 jenis stem sel dari sum-sum tulang belakang; hematopoietic stem cell (selain diperolehl dari sum-sum tulang belakang dan tali pusat, bisa juga diperoleh dari darah tepi ), stromal stem cell atau yang biasanya di sebut mesenchimal stem cell)
-          Jaringan lain seperti otot rangka, susunan saraf pusat, adiposit, pankreas.
Adult stem cell mempunyai sifat plastis, selain berdiferensiasi menjadi sel pada jaringan yang diambil, juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain.
Stem sel embrionic dan adult stem cell sangat besar potensinya untuk mengobati penyakit degeneratif misalnya diabetes, berbagai jenis kanker terutama leukemia dan osteoarthritis, stroke, infark jantung, parkinson dsb.
Berdasarkan potensi dan kemampuan berdiferensiasi
1.      Totipoten. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel.
Contohnya zigot
2.      Pluripoten. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal (ektoderm, mesoderm dan endoderm), namun tidak bisa menjadi jaringan ekstraembrionic. Yang termasuk dalam pluripoten adalah embrionic stem cell.
3.      Unipoten. Hanya dapat berdiferensiasi menjadi satu jenis sel  yang sama dengan jaringan asal yang diambil.
4.      Multipoten. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Yang termasuk stem sel multipoten adalah hametopoeitic stem cell.

Penggunaan stem sel  mulai digunakan sejak keberhasilan transplantasi sum-sum tulang belakang pada tahun 1968. Pada tahun 1963 peneliti dunia kedokteran telah menemukan bahwa sel induk dari tali pusat bayi dapat menyembuhkan berbagai penyakit bagi bayi dan keluarganya. Darah dalam ari ari dan tali pusat mengandung berjuta-juta sel induk pembuntuk darah  yang serupa dengan yang ada pada sum-sum tulang belakang.
Namun pada prakteknya penggunaan stem sel untuk terapi dunia medis masih terganjal dengan masalah etika. Permasalahan etika itu dengan pesat muncul ke permukaan karena sumber sel induk adalah berupa embrio dari hasil abortus, zigot sisa dan hasil pengklonan. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan, seperti apakah penelitian embrio manusia secara moral dapat dipertanggungjawabkan? Apakah penelitian yang menyebabkan kematian embrio itu melanggar hak asasi manusia dan berkurangnya penghormatan pada makhluk hidup? Dibalik itu semua, banyak harapan yang timbul dari penelitian sel induk dari embrio ini. Sel ini berpotensi berkembang jadi berbagai jenis sel yang menyusun aneka jenis organ tubuh. Sungguh luar biasa bukan?

Terapi stem sel pada penyakit stroke
Dahulu dianggap bahwa sekali terjadi kematian sel pada stroke, maka akan menimbulkan kecacatan tetap karena sel otak tidak mempunyai kemampuan regenerasi. Tapi anggapan berubah setelah para pakar mengetahui adanya plastisitas pada sel-sel otak dan pengetahuan mengenai stem cell yang berkembang pesat belakangan ini. Beberapa penelitian dengan menggunakan stem cell dari darah tali pusat manusia yang diberikan intravena kepada tikus yang arteri serebri medianya dioklusi menunjukkan hasil yang menggembirakan. Ada pengurangan volume lesi sebanyak 40% dan adanya kemampuan kembali ke 70% fungsi normal. Terdapat pemulihan fungsional pada kelompok yang ditransplantasi stem cell dari darah tali pusat dibandingkan dengan kelompok kontrol dan tampak stem cell dari darah tali pusat bermigrasi masuk ke otak. Penelitian dengan menggunakan mesenchymal stem cell (MSC) dari sumsum tulang autolog yang diberikan intravena pada 30 penderita stroke juga memperbaiki outcome yang dinilai dari parameter Barthel Index dan modified Rankin Scale.

Stem Cell untuk Penyakit Parkinson
Pada penyakit Parkinson, didapatkan kematian neuron-neuron nigra-striatal, yang merupakan neuron dopaminergik. Dopamin merupakan neurotransmiter yang berperan dalam gerakan tubuh yang halus. Dengan berkurangnya dopamin, maka pada penyakit Parkinson terjadi gejala-gejala gangguan gerakan halus. Dalam hal ini transplantasi neuron dopamin diharapkan dapat memperbaiki gejala penyakit Parkinson. Tahun 2001, dilakukan penelitian dengan menggunakan jaringan mesensefalik embrio manusia yang mengandung
neuron-neuron dopamin. Jaringan tersebut ditransplantasikan ke dalam otak penderita Parkinson berat dan dipantau dengan alat PET (Positron Emission Tomography). Hasilnya setelah transplantasi terdapat perbaikan dalam uji-uji standar untuk menilai penyakit Parkinson, peningkatan fungsi neuron dopamin yang tampak pada pemeriksaan PET; perbaikan bermakna ini tampak pada penderita yang lebih muda. Namun setelah 1 tahun, 15% dari pasien yang ditransplantasi ini kambuh setelah dosis levodopa dikurangi atau dihentikan.

Pemanfaatan stem sel bagi pengobatan berbagai penyakit sangatlah besar dan potensinya masih belum digali secara optimal. Namun, beberapa negara yang di pelopori AS masih menentang aplikasi stem sel dalam dunia medis, karena alasan etika. Perdebatan tentang status moral embrio berkisar tentang apakah embrio harus diperlakukan sebagai manusia atau sesuatu yang berpotensi sebagai manusia, atau sebagai jaringan hidup. Pandangan yang moderat menganggap suatu embrio berhak mendapat penghormatan sesuai dengan tingkat perkembangannya. Semakin tua usia embrio, kian tinggi tingkat penghormatan yang diberikan. Pandangan liberal menganggap embrio pada stadium blastosis hanya sebagai gumpalan sel dan belum merupakan manusia sehingga dapat dipakai untuk penelitian. Namun, pandangan konservatif menganggap blastosis sebagai makhluk hidup. Salah satu cara untuk menghindari masalah etika penggunaan embrio manusia adalah dengan eksperimen pengklonan lintas spesies. Teknologi ini masih dikembangkan dan belum banyak dikaji dari segi ilmiah dan etika.
Semoga jalan keluar terhadap penyakit yang kini mulai meresahkan seperti Flu Burung, Flu Babi dan penyakit lainnya bisa diatasi dengan stem sel. Tentunya tanpa kontroversi.
Shinta Kartika Nuraisah

0 comments:

Post a Comment