Saturday, December 17, 2011

KERACUNAN INSEKTISIDA

PENDAHULUAN

Pestisida digunakan untuk membasmi bermacam-macam hama (tumbuhan maupunbinatang) yang dijumpai dalam kehidupan manusia. Pestisida digunakan di negara negara dunia ini untuk melindungi tanaman dari kerusakan.(1) Berdasarkan target sasarannya pestisida dibagi menjadi beberapa bagian yaitu racun serangga (insektisida), racun tikus (rodentisida), racun rumput/gulma (herbisida), racun nematoda (nematosida), racun fungi/jamur (fungisida), racun keong/siput (Moluskusida) racun larva (larvasida), dan
racun rayap (mitisida). Pestisida yang sering tersimpan dalam rumah adalah racun serangga (insektisida) dan racun tikus (rodentisida). Pestisida tidak saja beracun terhadap organisme sasaran tetapi juga terhadap organisme lainnya seperti manusia dan hewan peliharaan. Pestisida dapat masuk atau meracuni tubuh melalui beberapa cara yaitu tertelan (mulut), terhirup (hidung/saluran pernafasan), terkena kulit atau mata.
Walaupun dalam jumlah dan ukuran kecil tetapi pestisida jelas menimbulkan keracunan pada manusia. Data kematian akibat pajanan dengan pestisida tersebut jarang dijumpai, diduga setiap kematian yang terjadi tidak lebih akibat dari 100 kasus keracunan yang tidak fatal. Survei statistik mengenai morbiditas dan mortalitas menunjukkan penurunan jumlah kematian karena kecelakaan dalam penggunaan pestisida. Hal ini dimungkinkan adanya peningkatan pengetahuan toksisitas pestisida melalui program pencegahan keracunan.(1)
Di antara pestisida, golongan organofosfat yang paling umum ditemukan. Insektisida paling banyak digunakan pada negara yang berkembang, sedangkan herbisida lebih banyak digunakan pada negara yang maju. Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO 1986) mendefinisikan adalah setiap zat atau campuran yang diharapkan sebagai pencegahan, menghancurkan atau pengawasan setiap hama termasuk vektor terhadap manusia atau penyakit pada binatang, dan tanaman yang tidak disukai atau binatang yang menyebabkan keruskan selama atau dalam proses pencampuran dengan produksi, penyimpanan atau pemasaran makanan, komiditi pertanian, kayu dan produksi kayu, atau bahan makanan binatang, atau yang dapat dilakukan pada binatang sebagai kontrol terhadap serangga, arachnoid, atau hama lain di dalam atau pada tubuh binatang tersebut.(2,6)
Kurang lebih 90 % dari seluruh pestisida yang dihasilkan digunakan untuk tujuan komersil, dan sisanya pada pengawasan hama, perkebunan, dan penggunaan pada rumah dan taman. Pada perkebunan, pajanan pekerjaan terhadap pestisida terutama timbul selama mencampur persenyawaan tersebut dengan air dan penyemprotan campuran tersebut.(6) Organofosfat paling banyak digunakan dalam pertanian dan kemungkinan paling banyak frekuensinya sebagai agen penyebab penyakit saraf di antara pekerja pertanian terutama pada negara yang berkembang. Dijumpai lebih dari 50.000 persenyawaan organofosfat telah disintesa dan diuji aktivitasnya sebagai insektisida, tetapi jumlah sebenarnya yang digunakan untuk tujuan sekarang ini mungkin tidak lebih dari tiga lusin. Insektisida organofosfat adalah diantara pestisida yang paling toksik pada manusia dan paling banyak frekuensinya ditemukan keracunan insektisida. Tertelan sedikit saja seperti 2 mg pada anak-anak dapat menimbulkan kematian.(1)
Penemuan Persenyawaan Organofosfat
Persenyawaan organofosfat pada mulanya ditemukan di Jerman selama Perang Dunia II. Mereka menggunakannya sebagai gas saraf dalam perang kimia seperti tabun, sarin, dan soman.(1,4)
Sintesa awal meliputi persenyawaan seperti Tetraetilfirofosfat (TEPP), parathion dan skradan yang nyata efektif sebagai insektisida, tetapi juga secara perlahan toksik pada mamalia. Penelitian dilakukan sebagai perkembangan dengan munculnya malathion yang merupakan insektisida poten dengan sedikit risiko pada manusia. Semua insektisida organofosfat berkemungkinan besar menjadi toksik.(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Mekanisme Keracuna Insektisida
Semua insektisida bentuk cair dapat diserap melalui kulit dan usus dengan sempurna. Jenis yang paling sering menimbulkan keracunan di Indonesia adalah golongan organofosfat dan organoklorin. Golongan karbamat efeknya mirip efek organofosfat, tetapi jarang menimbulkan kasus keracunan. Masih terdapat jenis pestisida lain seperti racun tikus (antikoagulan dan seng fosfit) dan herbisida (parakuat) yang juga sangat toksik. Kasus keracunan golongan ini jarang terjadi. Organofosfat diabsorbsi dengan baik melalui inhalasi, kontak kulit, dan tertelan dengan jalan utama pajanan pekerjaan adalah melalui kulit.(4)
Pada umumnya organofosfat yang diperdagangkan dalam bentuk –thion (mengandung sulfur) atau yang telah mengalami konversi menjadi –okson (mengandung oksigen), dalam –okson lebih toksik dari bentuk –thion. Konversi terjadi pada lingkungan sehingga hasil tanaman pekrja dijumpai pajanan residu yang dapat lebih toksik dari pestisida yang digunakan. Sebagian besar sulfur dilepaskan ke dalam bentuk mercaptan, yang merupakan hasil bentuk aroma dari bentuk –thion organofosfat. Mercaptan memiliki aroma yang rendah, dan reaksi-reaksi bahayanya meliputi sakit kepala, mual, muntah yang selalu keliru sebagai akibat keracunan akut organofosfat.(4)
Konversi dari –thion menjadi -okson juga dijumpai secara invivo pada metabolisme mikrosom hati sehingga –okson menjadi pestisida bentuk aktif pada hama binatang dan manusia. Hepatik esterase dengan cepat menghidrolisa organofosfat ester, menghasilkan alkil fosfat dan fenol yang memiliki aktifitas toksikologi lebih kecil dan cepat diekskresi.
Organofosfat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi asetilkolinesterase pada saraf.(1,2,3,4,5,6,7)
Fungsi normal asetilkolin esterase adalah hidrolisa dan dengan cara demikian tidak mengaktifkan asetilkolin. Pengetahuan mekanisme toksisitas memerlukan pengetahuan lebih dulu aksi kolinergik neurotransmiter yaitu asetilkolin (ACh) . Reseptor muskarinik dan nikotinik-asetilkolin dijumpai pada sistem saraf pusat dan perifer.(1)
Pada sistem saraf perifer, asetilkolin dilepaskan di ganglion otonomik :
1. sinaps preganglion simpatik dan parasimpatik
2. sinaps postgamglion parasimpatik
3. neuromuscular junction pada otot rangka.
Pada sistem saraf pusat, reseptor asetilkolin umumnya lebih penting toksisitas insektisitada organofosfat pada medulla sistem pernafasan dan pusat vasomotor. Ketika asetilkolin dilepaskan, peranannya melepaskan neurotransmiter untuk memperbanyak konduksi saraf perifer dan saraf pusat atau memulai kontraksi otot. Efek asetilkolin diakhiri melalui hidrolisis dengan munculnya enzim asetilkolinesterase (AChE). Ada dua bentuk AChE yaitu true cholinesterase atau asetilkolinesterase yang berada pada eritrosit, saraf dan neuromuscular junction. Pseudocholinesterase atau serum cholisterase berada terutama pada serum, plasma dan hati.(1,4)
Insektisida organofosfat menghambat AChE melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Ikatan fosfor ini sangat kuat sekali yang irreversibel. Aktivitas AChE tetap dihambat sampai enzim baru terbentuk atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan. Dengan berfungsi sebagai antikolinesterase, kerjanya menginaktifkan enzim kolinesterase yang berfugnsi menghidrolisa neurotransmiter asetilkolin (ACh) menjadi kolin yang tidak aktif. Akibatnya terjadi penumpukan ACh pada sinapssinaps kolinergik, dan inilah yang menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.(1,2,3,4,6,7) Pajanan pada dosis rendah, tanda dan gejala umumnya dihubungkan dengan stimulasi reseptor perifer muskarinik. Pada dosis lebih besar juga mempengaruhi reseptor nikotinik dan reseptor sentral muskarinik. Aktivitas ini kemudian akan menurun, dalam dua atau empat minggu pada pseudocholinesterase plasma dan empat minggu sampai beberapa bulan untuk eritrosit.(1)

Manifestasi Klinis Keracunan Insektisida
  1. Tanda dan Gejala
Keracunan organofosfat dapat menimbulkan variasi reaksi keracunan. Tanda dan
gejala dihubungkan dengan hiperstimulasi asetilkolin yang persisten.(1)
Tanda dan gejala awal keracunan adalah stimulasi berlebihan kolinergik pada otot polos dan reseptor eksokrin muskarinik yang meliputi miosis, gangguan perkemihan, diare, defekasi, eksitasi, dan salivasi (MUDDLES).(1,2,3,4,5,6,7)
Efek yang terutama pada sistem respirasi yaitu bronkokonstriksi dengan sesak nafas
dan peningkatan sekresi bronkus.(1) Dosis menengah sampai tinggi terutama terjadi stimulasi nikotinik pusat daripada efek muskarinik (ataksia, hilangnya refleks, bingung, sukar bicara, kejang disusul paralisis, pernafasan Cheyne Stokes dan coma.(1,2,4,7) Pada umumnya gejala timbul dengan cepat dalam waktu 6 – 8 jam, tetapi bila pajanan berlebihan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit. Bila gejala muncul setelah lebih dari 6 jam,ini bukan keracunan organofosfat karena hal tersebut jarang terjadi.(4)
Kematian keracunan akut organofosfat umumnya berupa kegagalan pernafasan. Oedem paru, bronkokonstriksi dan kelumpuhan otot-otot pernafasan yang kesemuanya akan meningkatkan kegagalan pernafasan.(1,4)
Aritmia jantung seperti hearth block dan henti jantung lebih sedikit sebagai penyebab kematian.(4)
Insektisida organofosfat diabsorbsi melalui cara pajanan yang bervariasi, melalui inhalasi gejala timbul dalam beberapa menit. Ingesti atau pajanan subkutan umumnya membutuhkan waktu lebih lama untuk menimbulkan tanda dan gejala. Pajanan yang terbatas dapat menyebabkan akibat terlokalisir. Absorbsi perkutan dapat menimbulkan keringat yang berlebihan dan kedutan (kejang) otot pada daerah yang terpajan saja. Pajanan pada mata dapat menimbulkan hanya berupa miosis atau pandangan kabur saja. Inhalasi dalam konsentrasi kecil dapat hanya menimbulkan sesak nafas dan batuk. Komplikasi keracunan selalu dihubungkan dengan neurotoksisitas lama dan organophosphorus-induced delayed neuropathy(OPIDN).(1)
Sindrom ini berkembang dalam 8 – 35 hari sesudah pajanan terhadap organofosfat. Kelemahan progresif dimulai dari tungkai bawah bagian distal, kemudian berkembang kelemahan pada jari dan kaki berupa foot drop. Kehilangan sensori sedikit terjadi. Demikian juga refleks tendon dihambat .(7)

  1. Laboratorium
Nilai laboratorium tidak spesifik , yang dapat ditemukan bersifat individual pada keracunan akut, diantaranya lekositosis, proteinuria, glikosuria dan hemokonsentrasi. Walaupun demikian, perubahan aktifitas kolinesterase sesuai dengan tanda dan gejala merupakan informasi untuk diagnosa dan penanganan sebagian besar kasus.(4)
Pada konfirmasi diagnosa, pengukuran aktifitas inhibisi kolinesterase dapat digunakan, tetapi pengobatan tidak harus menunggu hasil laboratotium.(1)
Pemeriksaan aktivitas kolinesterase darah dapat dilakukan dengan cara acholest atau tinktometer. Enzim kolinesterase dalam darah yang tidak diinaktifkan oleh organofosfat akan menghidrolisa asetilkolin ( yang ditambahkan sebagai substrat) menjadi kolin dan asam asetat. Jumlah asam asetat yang terbentuk, menunjukkan aktivitas kolinesterase darah, dapat diukur dengan cara mengukur keasamannya dengan indikator. Pada pekerja yang menggunakan organofosfat perlu diketahui aktivitas normal kolinesterasenya untuk dipakai sebagai pedoman bila kemudian timbul keracunan. Manifestasi klinik keracunan akut umumnya timbul jika lebih dari 50 % kolinesterase dihambat, berat ringannya tanda dan gejala sesuai dengan tingkat hambatan.

Penatalaksanaan Keracunan Insektisida
Penanganan keracunan insektsida organofosfat harus secepat mungkin dilakukan. Keragu-raguan dalam beberapa menit mengikuti pajanan berat akan meningkatkan timbulnya korban akibat dosis letal.(1)
Beberapa puluh kali dosis letal mungkin dapat diatasi dengan pengobatan cepat. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan :
  1. Bila organofosfat tertelan dan penderita sadar, segera muntahkan penderita dengan mengorek dinding belakang tenggorok dengan jari atau alat lain, dan atau memberikan larutan garam dapur satu sendok makan penuh dalam segelas air hangat. Bila penderita tidak sadar, tidak boleh dimuntahkan karena bahaya aspirasi.
  2. Bila penderita berhenti bernafas, segeralah dimulai pernafasan buatan. Terlebih dahulu bersihkan mulut dari air liur, lendir atau makanan yang menyumbat jalan nafas. Bila organofosfat tertelan, jangan lakukan pernafasan dari mulut ke mulut.
  3. Bila kulit terkena organofosfat, segera lepaskan pakaian yang terkena dan kulit dicuci dengan air sabun.
  4. Bila mata terkena organofosfat, segera cuci dengan banyak air selama 15 menit.

Pengobatan
1. Segera diberikan antidotum Sulfas atropin 2 mg IV atau IM. Dosis besar ini tidak berbahaya pada keracunan organofosfat dan harus dulang setiap 10 – 15 menit sampai terlihat gejala-gejala keracunan atropin yang ringan berupa wajah merah, kulit dan mulut kering, midriasis dan takikardi. Kewmudian atropinisasi ringan ini harus dipertahankan selama 24 – 48 jam, karena gejala-gejala keracunan organofosfat biasanya muncul kembali. Pada hari pertama mungkin dibutuhkan sampai 50 mg atropin. Kemudian atropin dapat diberikan oral 1 – 2 mg selang beberapa jam, tergantung kebutuhan. Atropin akan menghialngkan gejala –gejala muskarinik perifer (pada otot polos dan kelenjar eksokrin) maupun sentral. Pernafasan diperbaiki karena atropin melawan brokokonstriksi, menghambat sekresi bronkus dan melawan depresi pernafasan di otak, tetapi atropin tidak dapat melawan gejala kolinergik pada otot rangka yang berupa kelumpuhan otot-otot rangka, termasuk kelumpuhan otot-otot pernafasan.

2. Pralidoksim
Diberikan segera setelah pasien diberi atropin yang merupakan reaktivator enzim kolinesterase. Jika pengobatan terlambat lebih dari 24 jam setelah keracunan, keefektifannya dipertanyakan.(1)
Dosis normal yaitu 1 gram pada orang dewasa. Jika kelemahan otot tidak ada perbaikan, dosis dapat diulangi dalam 1 – 2 jam. Pengobatan umumnya dilanjutkan tidak lebih dari 24 jam kecuali pada kasus pajanan dengan kelarutan tinggi dalam lemak atau pajanan kronis. (1) Pralidoksim dapat mengaktifkan kembali enzim kolinesterase pada sinaps-sinaps termasuk sinaps dengan otot rangka sehingga dapat mengatasi kelumpuhan otot rangka.

Pencegahan Keracunan Insektisida
Cara-cara pencegahan keracunan pestisida yang mungkin terjadi pada pekerjapekerja pertanian, perkebunan, dan kehutanan sebagai berikut :
a. Penyimpanan pestisida :
    1. Pestisida harus disimpan dalam wadah wadah yang diberi tanda, sebaiknyatertutup dan dalam lemari terkunci.
    2. Campuran pestisida dengan tepung atau makanan tidak boleh disimpan dekat
makanan. Campuran yang rasanya manis biasanya paling berbahaya. Tanda tanda harus jelas juga untuk mereka yang buta huruf.
    1. Tempat-tempat bekas menyimpan yang telah tidak dipakai lagi harus dibakar agar sisa pestisida musnah sama sekali.
    2. Penyimpanan di wadah-wadah untuk makanan atau minuman seperti di botolbotol, sangat besar bahayanya.

b. Pemakaian alat-alat pelindung :
  1. Pakailah masker dan adakanlah ventilasi keluar setempat selama melakukan pencampuran kering bahan-bahan beracun.
  2. Pakailah pakaian pelindung, kacamata, dan sarung tangan terbuat dari neopren, jika pekerjaan dimaksudkan untuk mencampur bahan tersebut dengan minyak atau pelarut-pelarut organis. Pakaian pelindung harus dibuka dan kulit dicuci sempurna sebelum makan.
  3. Pakaialah respirator, kacamata, baju pelindung, dan sarung tangan selama menyiapkan dan menggunakan semprotan, kabut, atau aerosol, jika kulit atau paru-paru mungkin kontak dengan bahan tersebut.

c. Cara-cara pencegahan lainnya :
  1. Selalu menyemprot ke arah yang tidak memungkinkan angin membawa bahan, sehingga terhirup atau mengenai kulit tenaga kerja yang bersangkutan.
  2. Hindarkan waktu kerja lebih dari 8 jam sehari bekerja di tempat tertutup dengan penguap termis, juga alat demikian tidak boleh digunakan di tempat kediaman penduduk atau di tempat pengolahan bahan makanan.
  3. Janganlah disemprot tempat-tempat yang sebagian tubuh manusia akan bersentuhan dengannya.

Di bawah ini dikutip pedoman dan petunjuk-petunjuk pemakaian pestisida yang dikeluarkan oleh Departemen Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi :
  1. Semua pestisida adalah racun, tetapi bahayanya dapat diperkecil bila diketahui cara-cara bekerja dengan aman dan tidak mengganggu kesehatan.
  2. Bahaya pestisida terhadap pekerja lapangan ialah :
  1. Pada waktu memindahkan pestisida dari wadah yang besar kepada wadah yang lebih kecil untuk diangkat dari gudang ke tempat bekerja.
  2. Pada waktu mempersiapkannya sesuai dengan konsentrasi yang dibutuhkan.
  3. Pada waktu dan selama menyemprot.
  4. Kontaminasi karena kecelakaan, yang dapat terjadi pada setiap tingkat pekerjaan
  5. tersebut di atas (waktu memindah-mindahkan, bongkar muat, peredearan dan
  6. transportasi, penyimpanan, pengaduk, menyemprot atau pemakaian lainnya).
  1. Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka perlu mendapat perhatian intensif :
  1. Mereka yang bekerja dengan pestisida harus diberitahu bahaya yang akan dihadapinya atau mungkin terjadi dan menerima serta memperhatikan pedoman dan petunjuk-petunjuk tentang cara-cara bekerja yang aman dan tidak mengganggu kesehatan.
  2. Harus ada pengawasan teknis dan medis yang cukup.
  3. Harus tersedia fasilitas untuk PPPK (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan) mengingat efek keracunan pestisida yang dapat berbahaya pada pekerja. Bila dipakai pestisida golongan organofosfat harus tersedia atropin, baik dalam bentuk tablet maupun suntikan. Untuk ini perlu adanya seorang pengawas yang terlatih.
  1. Penyemprot diharuskan memakai tutup kepala atau masker yang tak dapat tembus, serta dicuci dengan baik secara berkala.
  2. Pekerja yang mendapat cedera atau iritasi kulit pada tempat-tempat yang mungkin terkena pestisida, dalam hal ini ia tidak diperkenankan bekerja dengan pestisida, karena keadaan ini akan mempermudah masuknya pestisida ke dalam tubuh.
  3. Fasilitas (termasuk sabun) untuk mencuci kulit (mandi) dan mencuci pakaian harus tersedia cukup. Mandi setelah menyemprot adalah merupakan keharusan yang perlu mendapat pengawasan.
  4. Pekerja tidak boleh bekerja dengan pestisida lebih dari 4 sampai 5 jam dalam satu hari kerja, bila aplikasi dari pestisida oleh pekerja yang sama berlangsung dari hari ke hari (kontinu dan berulang kali) dan untuk waktu yang sama.
  5. Harus dipakai pakaian kerja yang khusus dan tersendiri, pakaian kerja ini harus diganti dan dicuci setiap hari, untuk pestisida golongan organofosfat perlu dicuci dengan sabun.
  6. Disamping memperhatikan keadaan-keadaan lainnya, pekerja tidak boleh merokok, minum atau makan sebelum mencuci tangan dengan bersih memakai sabun dan air.
  7. Bahaya terbesar terdapat pada waktu bekerja dengan konsentrat, karenanya perlu diperhatikan ketentuan-ketentuan di bawah ini :
  1. Dalam mempersiapkan konsentrat dari bubuk dispersi dalam air, haruslah dipakai bak pencampur yang dalam, serta alat pengaduk yang cukup panjangnya untuk mencegah percikan, dan dapat bekerja sambil berdiri. Demikian pula untuk mencairkan past yang padat.
  2. Mengisi bak pencampur harus demikian, sehingga bahaya percikan dapat ditiadakan atau sekecil mungkin.
  3. Pekerja disini selain memakai alat pelindung seperti pada penyemprot, harus pula memakai skor dan sarung tangan yang tidak dapat tembus.
  4. Memindahkan konsentrat dari satu tempat atau wadah ke tempat yang lain harus memakai alat yang cukup panjang.
  5. Konsentrat cair harus ditempatkan dalam wadah yang cukup kuat, tidak mudah rusak pada waktu pengangkutan dan ditutup rapat.
  1. Alat-alat penyemprot harus memenuhi ketentuan-ketentuan keselamatan kerja.
  2. Semua wadah pestisida harus mempunyai etiket yang memenuhi syarat, mudah dibaca dan dimengerti baik oleh pekerja maupun pengawas.
  3. Harus dipenuhi ketentuan-ketentuan tentang wadah pestisida yang telah kosong atau hampir kosong, yaitu :
  1. Wadah ini harus dikembalikan ke gudang selanjutnya dibakar atau dirusak dan kemudian dikubur.
  2. Wadah dapat pula didekontaminasikan dengan memenuhi persyaratan tertentu.
  1. Sedapat mungkin diusahakan supaya tenaga kerja pertanian yang bersangkutan dilakukan pemeriksaan kesehatan berkala, terhadap yang menggunakan pestisida organofosfat dilakukan setiap bulan sekali pemeriksaan kesehatan berkala yang berpedoman kepada standard kolinesterase dalam darah.




1 comments:

Anonymous said...

I think your blog is great and if you do not mind the need to do an update on your blog and it will be great for your blog
poker online

Post a Comment